Minggu, 27 Mei 2012

CerpeN

                                                                        SIM & STNK

                       Hari ini panas sekali. Aku tancapkan motorku di tengah keramaian kendaraan di jalan. Aku ingin cepat-cepat tiba di rumah. Mata kuliahku hanya satu hari ini. Tapi semangat kuliahku tidak kendur dikarenakan ada seseorang yang sangat spesial di Kampus. Namanya Yola dari fakultas ekonomi. Sesuatu yang spesial di tempat kita berpijak, akan memberikan semangat tersendiri untuk tetap rajin dan teguh dalam menjalani aspek kehidupan itu. Di manapun itu dan selalu begitu.
                       Aku menambah kecepatan motorku hingga mencapai 80 Km/Jam. Aku menyalib semua kendaraan yang ada di depanku. Aku sudah tidak tahan dengan panasnya matahari ini. Terlebih lagi Aku mengenakan jaket berwarna hitam. Warna yang menyerap panas. Aku tidak peduli apa yang ada di depanku. Tetapi Aku peduli apa yang ada di belakangku. Seorang polisi dengan motor Kawasaki Ninja mengejarku.
                       Dari kaca spion Aku melihat dia semakin dekat. Aku tancapkan lagi motorku namun sudah tidak mau bertambah kecepatannya. Maklumlah motrorku sudah peot dan tua. Aku tidak mau menyerah. Kendaraan-kendaraan di depanku Aku lewati dengan kelihaian tanganku membawa motor. Tetapi polisi itu juga tidak mau menyerah. Dia juga lincah mengemudikan motornya.
                       Ayo Stephen ! Itu adalah nama motorku. Saat ini kita bagaikan penjahat yang dikejar oleh polisi. Aku terus menoleh ke belakang. Dia hanya tersenyum seakan meledekku dan menyuruhku lebih cepat lagi. Kumisnya yang tebal seakan ikut juga mengejekku. Kita lihat saja siapa yang lebih baik. Dan akhirnya dengan susah payah, Aku disuruh minggir.
                      
                       "Selamat siang, dek..,"
                       "Siang, pak..,"
                       "Adek tau salah adek apa ?"
                       "Emangnya pak polisi, tau ?"
                       "Kecepatan adek di atas 60 Km/jam. Melebihi batas kecepatan yang di anjurkan."
                       "Lalu kenapa, pak..?"
                       "Kenapa katamu ? Adek sudah melanggar aturan ! Bisa lihat SIM dan STNK nya ?"
                       "Ada, pak.., tapi di rumah !"
                       "Di rumah katamu ? Kau pikir saya percaya ?"
                       "Ayolah, pak.., Apa tampangku ini seperti seorang yang sedang berbohong ?"
                       "Kalau begitu, Adek Kutilang..,"
                       "Apa ? Kalau saya Kutilang, berarti bapak Perkutut !"
                       "Heh ! Kamu jangan meledek ! Beraninya kau mengatakan saya Perkutut !"
                       "Ihh, kan pak polisi yang duluan mengatakan saya Kutilang ! Memangnya saya burung peliharaan, pak ?"
                       "Maksud saya, adek Aku Tilang !"
                       "What ? Jangan gitu dong, pak.., kasihanilah saya, pak !"
                       "Adek sudah tidak bawa SIM dan STNK, lalu kecepatan yang melanggar.., adek harus saya tilang.., itu sudah aturan, dek..,"
                       "(Mati Aku) Begini saja, pak.., kita damai yah, pak..,"
                       "Apa ? Damai ? Kau pikir Aku polisi apaan ?"
                       "Kan biasanya begitu, pak.., dan selalu begitu..,"
                       "Maaf, dek ! Aku polisi yang berwibawa.., adek tidak bisa menyogokku..,"
                       "Tolonglah pak.., lihatlah isi dompetku ini pak ! Hanya ada uang 20 ribu..,"
                       "Hmm ? 20 ribu ? Lalu itu yang 5 ribu kau tidak hitung..?"
                       "5 ribunya beli bensin, pak.., 20 ribunya untuk belikan hadiah ulang tahun pacar saya hari minggu nanti..,"
                       "Saya tidak peduli ! Mau pacarmu yang ulang tahun, bapakmu, atau nenekmu ! Adek saya tilang !!"
                       "Lihat tampang kasihan saya, pak..,"
                       "Saya sudah melihat tampang sepertimu kemarin-kemarin..,"
                       "Lihat sekali lagi, pak.."
                       "Tidak pengaruh..!"
                       "Lihat dong, pak !"
                       "Tidak pengaruh !"
                       "Tatap mata saya ! Dalam hitungan tiga, pak polisi tertidur !"
                       "Adek,  Aku tilang !!!"
                       "Oh..., Noooooooooo !!!"

                       Akhirnya setelah terus membujuk, motorku di bawa ke kantor polisi. Terpaksa Aku pulang dengan membawa surat tilang. pak polisi itu tidak bisa disogok. Aku kira selalu begitu. Tapi ternyata tidak semuanya. Jika semua polisi seperti itu, Aku jamin tak akan ada lagi pengendara yang berani keluar tanpa membawa SIM dan STNK. Termasuk Aku.
                       Ke esokan harinya, Aku harus ke Kampus dengan naik angkot. Pacarku Yola menanyakan perihal masalah yang menimpaku. Aku hanya bilang ada polisi jujur yang menilangku. Motorku ditahan dan diamankan di kantor polisi. Pacarku itu hanya bisa tersenyum dan mencoba untuk menghiburku. Dia menyuruhku untuk sabar menghadapi ujian ini. Sesuatu selalu ada hikmahnya. Dan semuanya selalu begitu.
                       Tanpa adanya Stephen, Aku sulit bepergian. Hari ulang tahun Yola semakin dekat. Aku harus membelikan hadiah untuknya. Sebagaimana ketika Aku ulang tahun, dia membelikanku sebuah hadiah yang sangat bagus. Sebuah jam tangan berkelas. Dan dia tidak mengharapkanku memberinya hadiah yang harus sama berkelas dengannya.
                       Dengan modal yang pas-pasan, Aku membelikan sebuah boneka untuknya. Wanita sangat suka dengan boneka. Dan memang selalu begitu. Yang kupikirkan saat ini dengan uangku yang pas-pasan, hanya untuk membelikan Yola hadiah. Bagaimana dengan Stephen ? Itu adalah masalah di belakang setelah semuanya ini selesai. Aku akan menebusnya di lain hari.
                       Hari ulang tahun Yola tiba. Semua persiapan sudah selesai. Hadiah yang sudah Aku bingkai kado dengan baik-baik, telah Aku persiapkan. Ini juga adalah yang ketiga kali Aku pergi ke rumah Yola. Sebelumnya, hanya ada adiknya yang sangatlah bawel ketika Aku ke rumahnya. Stephen, hari ini Aku akan ke rumah Yola tanpamu, Aku akan merindukanmu di kantor polisi.
                       Aku berangkat dengan sebuah angkot hingga depan kompleksnya. Kemudian diteruskan dengan naik becak masuk ke dalam. Berbeda saat dengan Stephen, Uangku lebih hemat keluarnya. Kemanapun Aku pergi, Aku tidak perlu mengeluarkan biaya transport yang lebih. Sampai depan rumah Yola, Aku melihat banyak kendaraan motor dan juga mobil. Sepertinya itu adalah kendaraan teman-teman kampus. Hanya Aku yang naik becak padahal Aku adalah orang yang spesial buat Yola.
                       
                        "Heh, Uki.., masuk yuk..,"
                        "I.. iya.."
                        "Kok grogi ? Yuk ! Teman-teman sudah nunggu di dalam..,"
                        "Ini.., untukmu..,"
                        "Waw.., apa ini, sayang ?"
                        "Itu.., tidak seberapa kok..,"
                        "Makasih yah, sayang.., Yuk, masuk..,"
                        "Iya..,"

                        Pesta itu sangat meriah. Teman-teman menikmatinya. Yola mengajakku mengobrol hanya berdua. Banyak hal yang dia harapkan di hari yang sangat spesial untuknya itu. Salah satunya tetap menjalin asmara denganku. Dan hal itu dia katakan langsung padaku. Aku juga berharap bisa memberikannya sesuatu yang lebih dari selama ini yang sudah kutunjukkan padanya.
                     
                         "Yola, pacarmu yang mana ?"
                         "Eh, Papa.., Mama..,"
                         "???"
                         "Ini Pa, Ma.., namanya Uki..,"
                         "Hah ? Ini pacarmu ?"
                         "Iyah, Pa..,"
                         "Yola.., Papamu ?"
                         "Hmm.., iyah.., Ini Mamaku..,"
                         "Kami sudah dengar dari Yola jika kamu anak yang baik dan jujur.., Iya kan, Pa ?"
                         "Aa' Yahh..,"
                         "Hehe.., Uki ! Bagaimana menurtmu ?"
                         "A' yah.., Papa dan Mama mu.., baik..,"
                         "Baik ? Kamu kan baru lihat Papaku..,"
                         "Ya' karena kamu baik, pasti kedua orang tuamu juga baik.., hehe..,"
                         "Makasih.., bagaimana Pa, Ma ? Setuju kan jika Aku pacaran dengan Uki ?"
                         "Kami setuju saja, Iya kan, Pa ?"
                         "Iya, Ma..,"
                         "Makasih, Pa, Ma..,"
                         "Honey, Papa bisa bicara dengan Uki ?"
                         "Berdua ? Hmm, jangan lama yah, Pa..,"
                         "Iyahhh..,"

                          Aku benar-benar tidak menyangka jika ayah Yola adalah polisi yang waktu itu menilangku. Dia pun membawaku ke depan rumah untuk mengobrol. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku juga tidak menyangka jika Yola telah menceritakan pada kedua orang tuanya tentang diriku. Mungkin aku akan di Introgasi lagi dan mengancamku untuk tidak berbuat yang macam-macam pada Yola.

                           "Jadi, kau adalah pacar anakku ?"
                           "I.. iyah, pak.."
                           "Sudah berapa lama ?"
                           "Setahun, pak..,"
                           "Kenapa Saya tidak pernah melihatmu berkunjung ke rumah ini ?"
                           "Yola belum siap, pak.., katanya dia butuh waktu untuk mengenalkanku pada pak polisi dan nyonya.., sehingga Aku hanya mengantar Yola pulang dari kampus hingga depan Kompleks..,"
                           "Dengan motormu ?"
                           "Iya, pak..,"
                           "Kau rindu dengan motormu ?"
                           "Namanya Stephen, pak..,"
                           "Motor juga punya nama ? Kau gila !"
                           "Terserah pak polisi..,"
                           "Apa kau membawa SIM dan STNK ?"
                           "Ada di dompet, pak.., tapi Aku tidak membawa motor, pak..,"
                           "Waktu Aku menilangmu, kau mengatakan jika SIM dan STNK mu ada di rumah.., Aku pikir kau berbohong.., sedangkan kata anakku, kamu adalah orang yang jujur..,"
                           "Tunggu, pak.., ini SIM dan STNK milikku..,"
                           "Hmm.., di dompetmu ini ada foto anakku, yah.., kalau begitu, Aku akan mengurus pengembalian motormu..,"
                           "Pak polisi serius ?"
                           "Yah !! Dan Aku akan memberimu dua syarat..,"
                           "Apa itu, pak ?"
                           "Pertama, jangan beritahu Yola jika Aku yang menilangmu..,"
                           "Mmm.., setuju ! Kedua ?"
                           "Jaga anakku baik-baik..,"
                           "What ? Jadi ? Aku di izinkan pacarin anak pak polisi, yah ?"
                           "Haruskah Aku memberimu surat Tilang ?"
                           "Hahahahahahahaha"
                           "^_^"

                           Aku sungguh-sungguh bahagia. Motorku akan segera kembali. Aku juga mendapat izin dari ayah Yola. benar-benar hari yang membuatku bahagia. Setelah kami berbicara empat mata, kami kembali masuk untuk merayakan hari ulang tahun Yola. Mulai saat itu, Aku juga mendapat izin untuk selalu mengantar Yola pulang Kampus hingga depan rumahnya.

                           "Uki.., makasih, yah..,"
                           "Iyah., Di sini tidak ada tukang ojek, yah ?"
                           "Biar Papaku yang mengantarmu.., Nanti Aku juga Akan menyuruh papaku mengurus motormu yang di tahan..,"
                           "A' tak perlu.., Aku bisa naik ojek, kok.., dan terima kasih untuk hari ini..,"
                           "Papaku bicara apa tadi ?"
                           "Dia memberiku SIM dan STNK..,"
                           "Mmh ? Maksudnya ?"
                           "SIM itu, Surat Izin Mencintaimu..,"
                           "Hahaha.., lalu ? STNK ?"
                           "Surat Tanda Ngantar Kamu..,"
                           "^_^ Hahaha.., Kamu bisa aja, Uki..,"
                           "Aku pulang, yah..,"
                           "Yah.., Dahh..,"
                         
                           Akhirnya Aku bisa pulang dengan sangat tenang. Tidak lama lagi motorku akan segera kembali. Aku bisa sedikit merasa lega. Angkot yang kunaiki hampir sampai di tempat seharusnya Aku turun. Tetapi baru saja Aku akan membayar, dompetku tidak ada pada tempatnya. Waduhh ! Dompetku masih dipegang oleh pak polisi itu.

                                                                                         THE END
                                                                ORIGINAL CONCEPT EKO ADRIANTO 
                                                                                       28 MEI 2012
                  

                       
                       

Minggu, 20 Mei 2012

CerpeN

                                                                Behind In Jail

                      Proses  hukum berlangsung. Aku di vonis satu bulan penjara karena sudah melanggar hukum. Masalahnya, Aku cuma menaruh permen karet di bangku teman kelasku. Perbuatanku itu membuat orang tua temanku itu marah dan melaporkanku ke polisi. Ihh, lebay !!
                      Berbagai cara di coba dan ditempuh oleh keluargaku. Tetapi sepertinya kata maaf dari korban, tidak juga diberikan kepadaku. Aku memang anak yang jail di kelas. Berbagai perbuatan jail sudah kulakukan. Salah satunya nembak cewek temanku. Alhasil, Aku di gampar buku.
                      Sepertinya, mulai hari ini Aku akan menjalani hukumanku di penjara. Pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak. Pihak korban enggan untuk berdamai. Kata mereka, biarlah Aku merasakan penderitaan dalam penjara. Tanpa teman, tidak bisa nonton, dan juga tidak bisa jail. Aku benar-benar menyesal. Sebulan yang akan kujalani, seakan seribu hari. Pelajaran-pelajaran di kelasku juga akan tertinggal.
                      Aku dibawa ke sel tahananku. Ketika pagar jeruji besi di buka, para tahanan di dalam tersenyum-senyum. Aku tahu kalau itu senyuman palsu. Wajah mereka semua seram. Ada yang sedang pegang-pegang kumisnya, ada yang rambutnya gondrong, ada juga yang botak. Ditanbah lagi, mereka semua bertato. Mampus Aku !
                  
                      "Heh, bocah ! Siapa namamu ?"
                      "Sa.., saya, Ocha Bang !"
                      "Santai saja !! Kasus apa ? Merampok, atau gangguin janda muda ?"
                      "Cu.., cuma jail, Bang..,"
                      "Oh ! Panggil saya bang Napi.., Nih semua teman-teman sependeritaan gue !"
                      "Me.., menderita karena apa, bang ?"
                      "Menderita karena di penjara, bego ! Masa' menderita karena mencuci !!?"
                      "Ma.., maaf, Bang..,"
                      "Mmh ! Masih sekolah ?"
                      "Iya, bang..,"
                      "Mmh.., rekor bagus.., masih muda tapi mau masuk penjara.., biasanya orang seumuran kamu, mau masuk polisi, tapi kamu malah mau masuk penjara..,"
                      "Oi, Napi !! Botakin saja tuh bocah !"
                      "Heh Tomcat !! Kepalamu sudah botak ! Anak ini tak perlu mengikuti kepalamu yang plontos itu ! Tampang bocah ini juga menyedihkan.., Heh ! Wajahmu jangan dikasih seperti itu !!"
                      "Wajah saya dari dulu begini, Bang..,"
                      "Karena ini hari pertamamu, kamu harus pijat saya malam ini !!"
                      "Ta.. tapi, bang..?"
                      "Grrrr ! Saya hanya mau dengar kata IYA atau OKE !!"
                      "Sa.., sama aja tuh, bang..,"
                      "Hmmm ?"
                      "I.., i.., iya, bang.., iya bang..,"
                 
                      Gila ! Malam ini Aku harus pijat bang Napi semalaman. Badannya bertato dan berotot. Tatonya ada gambar polisi yang sedang ditendang bokongnya. Untunglah, Jam 12 malam, bang Napi sudah terlelap. Tetapi baru Aku mau tidur, Bang Tomcat menyuruhku memijatnya. Gila ! Belum lagi bang Napi yang lainnya mengantri untuk di pijat. Tanganku sudah sangat lelah. Sepertinya mau lepas dari tempatnya. Baru hari ini, Aku sudah menderita begini.
                      Setelah selesai memijat, Aku bergegas tidur. Cara tidur mereka aneh. Tak ada yang mengenakan baju. Padahal udara begitu dinginnya. belum lagi bau badan mereka yang mengguncang atmosfer. Gila ! Seperti orang yang tidak mandi sebulan. Aku tidak bisa tidur kalau begini. Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Hanya karena sangat ngantuk, Aku tertidur dengan sendirinya di tengah-tengah kumpulan badan bau apek.
                      Hari demi hari berlalu. Orang tuaku juga sering mengunjungiku. Tetapi, semakin lama Aku mulai terbiasa. Ternyata bang-bang napi itu tidak sekejam yang kukira. Hanya hari pertama mereka menyiksaku. Seperti masa orientasi siswa. Tetapi ini masa orientasi penjara.
                      Mereka menganggapku keluarga. Aku yang paling muda. Kami yang satu sel dalam penjara, sering bercanda-canda. Kami juga sering main Domino. Yang kalah telinganya dijepit dengan penjepit jemuran. Bang Tomcat sering kukalahkan jika bermain catur. Taruhannya, jika dia yang kalah, bulu kakinya dicabut satu helai. Jika Aku yang kalah, Aku pijitin dia. tapi untunglah Aku yang menang. Bulu kakinya hampir habis karena Aku yang terus menang. Hehehe, Horeee  !!
                      Aku mulai suka di sini. Kami saling mengerti. Tidak ada yang tua, dan yang muda. Kami semua sama. Sama-sama menderita dalam penjara. Tidak sama dengan penjara untuk para koruptor. Dalam penjara mereka malah ada Kulkas, Tv, dan perlengkapan menghibur lainnya. Nah, kita apa ? Jika mau menonton, kita hanya bisa saling bertatapan sesama Napi lainnya sampai puas.
                      Besok, Aku sudah bebas. Teman-teman penjaraku, berat untuk melepasku. Waktu begitu cepat berlalu. Malam ini Aku akan memijat mereka satu per satu. Dan bang Napi yang terakhir. Ini adalah kado perpisahanku untuk mereka yang kutinggalkan. Sambil dipijat, bang Napi bercerita. Teman-teman lainnya sudah terlelap seperti kerbau.
               
                      "Ocha..,"
                      "Iya, bang ?"
                      "Besok kamu sudah keluar.., Kamu harus jadi orang yang berhasil.., jangan seperti kami !!"
                      "Iya, bang..,"
                      "Saya sudah tidak lama menonton televisi.., masa tahananku juga masih ada lima tahun..,"
                      "Lama yah, bang..?"
                      "Saya yang paling senior.., 10 tahun sudah berlalu.., teman-teman ganti dan ganti.., Aku tetap di sini karena masa tahananku masih lama.., Lebaran berlalu.., tidak ada ketupat.., ayam goreng.., Aku rindu semua itu..,"
                      "Bang ? Saya prihatin.., "
                      "Kamu jangan ikuti jejak kami.., kamu harus jadi orang sukses.., penjara bukan untuk anak muda sepertimu..,"
                      "Iya, bang.., kalau boleh tahu.., karena kasus apa bang napi di penjara..?"
                      "Saya tidak sengaja menabrak pejalan kaki sepertimu.., anak itu tewas di tempat..,"
                      "Motor ? Atau Mobil, Bang..?"
                      "Truk Tronton..,"
                      "Hah !? Jadi bang Napi ini..,"
                      "Yahh.., saya dulu adalah sopir Truk Tronton..., Saya tidak sengaja..,"
                      "Maaf, bang.., sudah bertanya..,"
                      "Sudahlah.., Istrahat sana.., sudah larut.., selamat untukmu..,"
                      "Huhhhuhhu.., T_T..,"
                      "Jangan cengeng ! Air mata tidak berharga di dalam penjara..,"
                      "Huphf.., iya, bang..,"
                      "Tidurlah.., "
                      "Iya, Bang..,"

                      Sedih rasanya harus berpisah dengan mereka. Tak sadar Aku jadi menangis. Sebulan yang kurasa tidak begitu lama. Karena Aku menikmatinya. Bagaimana dengan bang Napi ? Juga kawan-kawan ? Pastinya mereka jenuh bertahun-tahun di sini.
                      Akhirnya Aku bisa menghirup udara kebebasan. Banyak yang mengatakan, penjara itu adalah neraka. Tapi bagiku, Penjara adalah hiburan. Yaph, Aku mulai kembali bersekolah. Sehari pertama sudah membuatku bosan. Tidak seperti dalam penjara.
                      Tidak lama kemudian, lebaran tiba. Aku berkunjung dengan membawakan Bang Napi Ketupat dan Ayam goreng juga sop kambing. Katanya dulu dia rindu dengan makanan-makanan itu. Aku melihat mereka sangat gembira. Air mataku menetes sendiri. Mereka masih bisa tertawa. Meskipun makan ketupat dalam penjara. Ketika Aku hendak pulang, bang Napi memamggilku dari dalam jeruji penjara.

                      "Ocha !! Makasih !!"
                      "Hemm.., Iya, Bang..,"
                      "^_^ Hehe..,"
                 
                      Bang Napi tersenyum kepadaku. Meskipun senyumannya itu sangatlah jelek.

                                                                                          THE END
                                                             ORIGINAL CONCEPT  BY EKO ADRIANTO
                                                                                        18 April 2012
                   

Selasa, 15 Mei 2012

THE COACH

Chapter 2 : Semangat Baru

                        Hari itu di kelas Dewi, seorang siswi baru di perkenalkan gurunya. Dia adalah Wilda. Dia dan kakaknya di sekolahkan di SMA 7 Makassar setelah sebelumnya sekolah di Jakarta. Dewi hanya tersenyum melihat teman barunya itu. Dia cantik dan membuat siapapun terpesona ketika melihatnya. Mata lelaki mulai tak berkedip menatapnya. Secara kebetulan, Wilda duduk di sebelah Dewi.

                       "Hy.., "
                       "Iyah..,"
                       "Namaku, Dewi.., salam kenal..,"
                       "Aku, Wilda.., salam kenal juga..,"
                       "Pindahan dari, maaf.., "
                       "Aku dari Jakarta.., Ayah dan ibuku pindah tugas ke sini.., yah, jadi kami juga harus pindah sekolah..,"
                       "Kami ?"
                       "Hmm, iyah.., kakakku di kelas dua..,"
                       "Di sekolah ini juga ?"
                       "Hmm, iyah..,"
                       "Ouhh.., kita belajar bersama, yah..,"
                       "Hmm, pasti..,"

                       Hari itu kelas Dewi kedatangan siswi baru. Hari pertama untuk Wilda merasakan atmosfer pelajaran di kota Makassar. Yang dia tahu ketika masih sekolah di Jakarta, orang-orang Makassar suka kasar dalam perkataan dan perbuatan. Tapi dari cara berbicara Dewi tadi, dia tidak sependapat. Tidak semua orang Makassar seperti yang dikatakan oleh orang-orang Jakarta.
                       Pulang sekolah. Dewi berjalan kaki menuju tempat menunggu angkot. Sebuah mobil Sport dari arah belakangnya membunyikan klakson. Dewi kemudian berjalan agak ke pinggir. Mobil itu tetap klakson dari belakangnya. Dewi kemudian berhenti berjalan dan mempersilahkan mobil itu mendahuluinya. Dia tidak tahu kalau yang membawa mobil itu adalah Wilda.

                       "Wi !! Hey !!"
                       "Mmh ?"
                       "Ini Aku ! Wilda !"
                       "Wilda ?"
                       "Barengan yuk.., mungkin kita se arah..,"
                       "Ta.. tapi..,"
                       "Yuk.. sini, sini !"

                       Akhirnya Dewi mau juga untuk ikut dalam mobilnya Wilda. Dia baru pertama kalinya naik mobil Sport yang sudah pasti mahal itu. Di lihatnya seorang laki-laki di Jok belakang mobil dengan santainya sambil membaca komik Doraemon. Dia adalah Arya kakak dari Wilda. Sebenarnya Arya yang menyetir mobil itu. Tetapi karena lagi malas, dia menyuruh adiknya.

                       "Kak.., kamu yang nyetir, yah.., ada temenku tuh..,"
                       "Bawel, luh.., kamu aja !"
                       "A' Wilda, tidak apa-apa.., Saya..,"
                       "Wi.., duduk di depan saja.., di sampingku sini..,"
                       "I.. iyah..,"
                       "Relax.., jangan canggung begitu.., hehe..,"
                       "Kamu.., sudah bisa..,"
                       "Tenang aja.., Aku sudah punya SIM, kok..,"
                       "Heh Bawel !! Jalan cepat !"
                       "Iyah Kakak !! (Nyebelin !)"
         
                        Dewi merasa sangat senang karena untuk pertama kalinya dia naik sebuah mobil yang sekeren dan semahal itu. Dia tidak menyangka jika teman sebangkunya adalah anak yang sangat kaya. Sambil mengobrol dengan Wilda, dia sempatkan untuk menoleh ke Jok belakang. Dia melihat Arya yang sangat santai membaca komik sambil menyilangkan kedua kakinya. Tentunya tanpa sepatu dan hanya dengan kaos kaki. Dewi hanya tersenyum kecil.
                        Dengan santai Wilda menyetir mobil itu. Wilda kemudian mengantar Dewi hingga depan rumahnya. Dewi sangat berterima kasih karena sudah di antar. Tetapi dia sangat heran malihat Wilda yang tertawa karena dia sudah berterima kasih. Dia melihat-lihat keadaannya apakah ada yang salah dengannya atau ada hal aneh yang membuat Wilda tertawa.

                         "Ke.., kenapa ?"
                         "Kamu tinggal di sini ?"
                         "I..iyah.., kenapa ?"
                         "Hahahaha.., kalau begitu kita satu kompleks.., hahahaha.., Dewi, dewi.., rumahku di belakang jajaran rumahmu ini..,"
                         "Oh, yah ? Yang benar ?"
                         "Hahaha.., iya lah.., kamu bisa bareng pulang bersamaku tiap hari..,"
                         "Hmm ? Tapi.., "
                         "Kamu tidak percaya Aku tinggal di sini ?"
                         "Percaya, kok..., terima kasih, Wilda..,"
                         "Kita kan temen.., jadi sepatutnya saling bantu..,"
                         "Heh Bawel !! Sudah ngobrolnya ?"
                         "Kakak ini nyebelin !! Iyah, iyah.., Wi, kami pulang yah..,"
                         "Yahh.., hati-hati..,"
                         "Daaaah..,"

                         Dewi benar-benar tidak menyangka jika teman sebangkunya juga itu sekompleks dengannya. Dia juga melihat tatapan mata Arya yang begitu dingin kepadanya. Dalam hati Dewi, ada perasaan suka terhadap kakaknya Wilda itu. Tetapi dia yang tidak diperhatikan sama sekali saat berada dalam mobil, membuatnya melupakan angan-angannya itu.
                          Kakaknya Deko yang pulang kerja sore harinya, di sambut dengan baik oleh adiknya. Dia melihat gelagat aneh pada adiknya itu. Dia sering melihat adiknya Dewi senyum-senyum sendiri. Deko hanya bisa menebak jika adiknya itu sedang jatuh cinta. Dia berpikir, bebannya akan berkurang jika benar adiknya suka dengan seseorang. Dia tidak perlu lagi mengantar adiknya ke sekolah.
                           Tiap hari pulang sekolah, Dewi barengan dengan Wilda. Suatu waktu, bukan Wilda yang menyetir melainkan Arya. Hari itu Wilda tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Karena sebelumnya Wilda sering mengajak Dewi untuk pulang bersama, Arya pun menghentikan mobilnya dan keluar dari mobilnya menemui Dewi.

                            "A.., Mau pulang..?"
                            "Hmm ? Iyah..,"
                            "A, kalo begitu bareng, yuk..,"
                            "Tapi..,"
                            "Wilda tadi pesan untukmu..,"
                            "Dia.., sakit, yah ?"
                            "Yah.., badannya demam.., bagaimana ?"
                            "Bagaimana, apa ?"
                            "Yakh, bareng..,"
                            "Hmm, iyah..,"
                            "Duduknya di depan, ya !"
                            "Kalau di belakang, kenapa ?"
                            "A, saya butuh teman cerita sambil mengemudi..,"
                            "Di belakang juga bisa, kan ?"
                            "Kamu mau leherku keseleo ?"
                            "Hehehe..,"

                             Hari itu, Dewi ikut bersama Arya. Saat itu juga Arya mulai luluh terhadap Dewi. Dia yang awalnya cuek dengannya, menjadi berubah haluan peduli. Dewi meminta untuk di antar menjenguk Wilda yang sedang sakit. Sesampainya di rumah Arya, Dewi hanya bisa tersenyum. Ternyata memang Wilda tinggal dibelakang jajaran rumahnya. Di depannya ada lapangan Bulutangkis tempat di mana kakaknya sering bermain di hari minggu.
                             Wilda benar-benar bahagia teman sebangkunya datang menjenguknya. Terlebih lagi, kakaknya menjalankan amanah untuk mengajak Dewi pulang bersama. Di lain sisi, Arya mengajak Dewi bukan hanya saja karena amanah, melainkan suatu niat yang lain. Dia mulai merasakan sesuatu yang indah di hatinya. Sosok Dewi yang bukan hanya cantik, juga sangat mempesona.
                             Keduanya saling memikirkan. Tiap malam, Arya sering melamun di beranda kamarnya. Wilda hanya bisa melongo melihat kakaknya itu. Di lain pihak lagi, Dewi sering senyum-senyum sendiri. Hal itu membuat kakaknya tidak bisa berbuat banyak. Dia tahu jika itu adalah pengaruh dari jatuh cinta. Sama hal nya saat dia juga jatuh hati kepada Yhas 3 tahun yang lalu. Bagaimana kabar Yhas ? Itu adalah pertanyaan yang sering terpintas di pikirannya.
                              Berbeda dengan Yhas, dia mencoba melupakan Deko. Dia merasa Deko sudah menyakiti hatinya. Foto-foto dari Deko dia simpan dalam sebuah arsip rahasianya dan disembunyikan di lemarinya yang terdalam. Yhas merasa sudah tidak disayangi oleh Deko sehingga berniat memutuskannya. Awalnya dia yang ingin memutuskan Deko dikarenakan kurangnya perhatian untuknya. Namun setelah 3 tahun menjalaninya, Yhas tidak ingin mengakhiri hubungan yang telah mereka jalani dikarenakan alasan yang seperti itu.
                              Hari demi hari berlalu. Hubungan Arya semakin dekat dengan Dewi. Hampir tiap jam istrahat, Arya datang ke kelas Dewi. Wilda akhirnya tahu jika kakaknya yang menyebalkan itu menyukai teman sebangkunya. Ketika Arya berduaan dengan Dewi, dia malah disuruh menjauh. Dan pada akhirnya, Arya mengungkapkan perasaannya pada Dewi.

                               "Wi.., kamu.., kamu..,"
                               "Apa, Kak Arya..?"
                               "Kamu.., belum punya kekasih, kan ?"
                               "Hmm.. iyah..,"
                               "Kalau begitu.., kamu.., mau gak jadi kekasihku ?"
                               "(Oh, Tuhan !) Kak Arya serius ?"
                               "Akh.., i.. iya..,"
                               "Tapi, Kak ? Kak Arya kan baru mengenalku.., Kak Arya yakin inginkan Aku menjadi kekasih Kak Arya ?"
                               "Aku.., tidak perlu waktu lama untuk mengenalmu.., Hatiku yakin untuk memilihmu..,"
                               "Tapi, Kak..?"
                               "Jawab saja.., Aku janji tidak akan menyakitimu..,"
                               "Hmm.. hmmm..,"
                               "???"
                               "Bagaimana, yah..?"
                               "I love you, Wi.."
                               "^_^"

                               Dewi hanya tersenyum. Hal itu sudah menandakan jika Arya diterima sebagai kekasihnya. Saat itu juga Arya melompat kegirangan. Dia sangat bahagia karena bisa menjadi bagian dari kisah cinta Dewi. Sebelum-sebelumnya, banyak teman kelas Dewi yang menyatakan cinta pada Dewi. Namun tak satu pun diterimanya. Dewi hanya selalu beralasan tak ingin terikat. Tetapi kali ini tidak tahu apa yang mengubah pendiriannya.
                               Beberapa minggu kemudian, Dewi jatuh sakit dan tidak masuk sekolah. Setelah 3 hari tidak menemui Dewi, akhirnya Arya meminta untuk ditemani oleh Wilda ke rumah Dewi saat pulang sekolah. Awalnya Wilda tidak mau menemani kakaknya yang menyebalkan itu. Tetapi ketika dia sakit dulu, kakaknya itu membawa Dewi ke rumahnya. Pulang sekolah mereka akan menjenguk Dewi di rumahnya.
                         
                                "Makanannya dihabiskan, Wi..,"
                                "Sudah tidak kuat, kak..,"
                                "Wi.., bubur ini enak, kok..,"
                                "Ihh, terlalu asin, kak !! Kakak tidak pake perasaan ngasih garamnya !"
                                "Hehe.., kamu mau makan apa ?"
                                "Mi instan aja, kak..,"
                                "Oke.., saya ke warung dulu.., kamu tunggu, yah..,"
                                "Kakak sudah tiga hari tidak masuk kantor.., Aku sudah agak baikan, Kak..,"
                                "Kamu lebih penting, Wi.., Hanya kamu keluargaku di sini.., Aku tidak bisa memaafkan diriku jika terjadi hal yang buruk padamu..,"
                                "Aku rindu ayah dan ibu, kak..,"
                                "Nanti kita jalan-jalan ke sana.., kamu tunggu, yah..,"
                                "Iyah, kak.., hati-hati..,"
                                "Heh ? Warungnya cuma dekat.., kenapa Aku harus hati-hati..?"
                                "Ihh, kakak !!"
                                "Iyah, iyah..,"

                                 Di saat Deko ke warung untuk menbelikan pesanan Dewi, Arya dan Wilda tiba di rumah Dewi. Seperti biasa, mobil yang tampak mewah itu, di parkir di depan rumah Dewi. Dewi sangat bahagia karena kekasihnya datang menjenguknya. Dia segera melompat dari tempat tidurnya dan mengganti bajunya. Dia tidak ingin berpenampilan grasak-grusuk di hadapan kekasihnya.
                   
                                 "Eh, Wilda ! Kak Arya ! Masuk ! Masuk !"
                                 "Kamu ? Sakit, Wi ?"
                                 "Sudah baikan.., besok sudah bisa ke sekolah.., Kak Arya, silahkan duduk..,"
                                 "Aku tidak di suruh duduk ?"
                                 "Bawel lu !! Kamu minta di suruh juga ?"
                                 "Kak Arya, Wilda silahkan duduk..,"
                                 "Wilda tolong ambilkan buah-buahan di mobil.., saya lupa..,"
                                 "Kenapa harus saya ? Kakak sengaja lupa, yah ?"
                                 "Bawel lu !! Ambil Sono !!"
                                 "Huph ! Menyebalkan !!"
                                 "Kak Arya ?"
                                 "Hehe.., beberapa detik berdua tidak apa-apa, kan ?"
                                 "Hmm.., ^_^..,"

                                 Alangkah senang hati Dewi karena sang kekasih datang menjenguknya. Sakit demamnya langsung menghilang begitu saja. Baginya, kehadiran Arya adalah obat untuknya. Di lain sisi Deko yang melihat sebuah mobil terparkir depan rumahnya, membuat dia bertanya-tanya siapa yang sedang datang berkunjung. Dia pun bergegas kembali ke rumahnya.
                               
                                 "Wi..!"
                                 "Hmm..?"
                                 "Kak Deko ?"
                                 "!!!"
                                 "Kak Deko ngapain di sini ?"
                                 "Ngapain ? Ini rumahku.., kalian yang ngapain ?"
                                 "Rumah ? Jadi.., Dewi, adik..,"
                                 "Yahh.., dia saudariku..,"
                                 "Kak Arya, Wilda, ini kakakku.., Deko..,"
                                 "Kami sudah tahu, Wi..,"
                                 "Ja.., jadi..?"
                                 "Heh, kak ! Kenapa wajahmu jadi pucat begitu ?"
                                 "Ti.. tidak..,"
                                 "Ohh.., jadi ini teman-temanmu, Wi..?"
                                 "Yahh, Kak.., mereka menjengukku.., kakak sudah saling kenal, yah ?"
                                 "Ya iya lah.., Kak Deko sering main Bulutangkis tiap hari minggu pagi depan rumahku.., Aku juga sering main bersama..,"
                                 "Hmm ? Begitu, yah.., Kak Arya main juga ?"
                                 "Kak Arya ? Dia itu tidak bisa main Bulutangkis.., bisanya cuma mengkritik orang..,"
                                 "Bawel, luh !! Aku bisa kok.., cuma lagi males..,"
                                 "Hmm.., kakakku hebat, loh.., dia sering menang jika ada pertandingan antar kelurahan.., kalian harus banyak belajar dari kakakku..,"
                                 "Aku pasti selalu berlatih dengan kakakmu, Wi.., tapi kalau Kak Arya, dia cuma bisa menonton dari depan beranda kamarnya.., dia kan tidak tahu main..,"
                                 "Oh yah ?"
                                 "(Awas kau, Bawel !) Hehe..,"
                                 "Hahaha.., sudahlah.., Aku bikinkan minum yah.., kalian ngobrol saja dulu..,"
                                 "Kakak ! Kita kan hanya punya air minum.., hahaha..,"
                                 "Hahaha.., tidak apa-apa, Wi.., kami juga haus..,"
                                 "Baiklah.., kalian tunggu, yah..,"

                                 Hari itu semuanya menjadi jelas. Mereka kini saling tahu. Hal itu juga membuat Arya tidak bisa berbuat banyak. Ternyata kekasihnya memiliki kakak yang selama ini dia celah jika bermain Bulutangkis depan rumahnya. Dia berpikir, bagaimana jika Deko menceritakan kepada Dewi bila Dia selalu meremehkan Bulutangkis ? Pastilah Dewi menilai sikap Arya terhadap kakaknya.
                                Setelah keadaan Dewi membaik, kini dia bisa kembali bersekolah. Januari itu di adakan Turnamen Bulutangkis antar sekolah tiap tahunnya. Tahun lalu SMA 15 menjadi juara setelah mengalahkan SMA 6 di babak final. Tahun ini, SMA 15 menjadi tuan rumah untuk Turnamen Bulutangkis kali ini. Setelah sebelumnya, SMA 5 yang menjadi tuan rumah tetapi harus di singkirkan di babak semifinal oleh SMA 6.
                                SMA 7 harus tumbang di babak perempat final tahun lalu. Dengan hanya memperoleh kemenangan di sektor Tunggal putra dan Ganda Putra. Adi yang merupakan pemain yang sangat  di unggulkan  untuk SMA 7 berhasil memperoleh kemenangan meskipun Timnya harus kalah dengan skor 2-3 oleh SMA 15. Tahun ini menjadi misi untuk balas dendam bagi SMA 7. Mereka menargetkan juara. Dengan Adi tetap pemain andalan mereka.
                               
                                 "Mmh, Kak Arya bisa jadi suporter untuk sekolah kita, kan ?"
                                 "Suporter ?"
                                 "Iyah.., pulang sekolah nanti, temani Aku yah jadi suporter untuk sekolah kita..,"
                                 "Yakh.., pasti..,"
                                 "Makasih, Kak Arya..,"
                                 "Kamu, suka dangan Bulutangkis ?"
                                 "Iyah.., sejak Aku kecil, Aku sangat suka dengan Bulutangkis.., meskipun Aku tidak tahu bermain, tapi kakakku yang hebat, itu sudah membuatku puas.., Kak Arya juga suka dengan Bulutangkis, kan ?"
                                  "(Waduhh.., bagaimana mengatakannya ? Aku tidak tahu sama sekali)"
                                  "Kak arya ?"
                                  "I.. iyah.., Aku suka..,"
                                  "Kenapa Kak Arya tidak ikutan jadi wakil untuk sekolah kita ?"
                                  "Gkk.., kan sudah ada Adi,,,"
                                  "Mmhh.., tapi Kak Adi sudah kelas 3, tahun depan, dia sudah tidak mewakili sekolah kita.., bagaimana kalau tahun depan, Kak Arya yang menjadi wakil sekolah kita ?"
                                  "A, tapi..,"
                                  "Mmh ? Kenapa Kak ?"
                                  "Baiklah.., Aku akan lakukan untukmu..,"
                                  "Mmh.., baguslah.., Aku akan selalu mendukung Kak Arya..,"
                                  "Makasih, Wi.., (Waduhh..,)"
                                  "Jadikan Aku semangat baru Kak Arya..,"
                                  "Pasti, Wi.., pasti..,
                           
                                                                                      CHAPTER 2 : THE END


Rabu, 09 Mei 2012

CerpeN

                                                                      Amnesia

                       Namaku Dian. Aku orangnya asyik loh. Bisa bergaul dengan siapa saja. Tua, muda, cewek, cowok, atau pun di antara cowok dan cewek, semuanya Aku terima sebagai teman. Aku lulusan SMA 6 Makassar. Dan selama Aku SMA, Aku selalu  peringkat 1 di kelas. Narsis dikit tidak apa-apa. Yang penting hepi. Hehehe.
                       Selama Aku SMA, belum satu pun cowok yang bisa mencuri hatiku. Teman-temanku semuanya sudah punya cowok. Bukannya tidak ada cowok yang tidak mau, Aku memang yang tidak mau. Tampangku sedikit mirip Syahrini dan tinggiku seperti Luna Maya. Menurutku, cowok hanya memanfaatkan keadaan. karena jumlah mereka 5 berbanding 1 di Indonesia, mereka mau punya cewek lebih dari satu. Dan Aku tidak mau di duakan.
                        Hari itu adalah senin. Pulang kuliah sambil nunggu angkot, sebuah sms masuk ke Handphone ku. Nomornya belum Aku kenali. Sms itu menanyakan keadaanku dan kujawab 'maaf dengan siapa ini ?' Dia pun membalas 'dengan seorang yang mengagumimu'. Hari gini masih ada juga orang iseng. Tapi tetap saja kulayani saling balas smsnya. Mulai dari naek angkot sampe naik becak dari depan kompleks menuju rumah.
                        Malamnya, dia sms lagi. Dasar orang kurang kerjaan. Firasatku mengatakan kalau dia temanku. Ntah apa maunya. Kutelpon saja untuk memastikan siapa dia sebenarnya.
                   
                         "Haloo..,"
                         "............"
                         "Halooo ! Ada orang ?"
                         "Yah, ada..,"
                         "Maaf, ini dengan siapa, yah ?"
                         "Siapa saja boleh..,"
                         "Saya serius !"
                         "Saya juga..,"
                         "Eh !!! Jangan main-main, yah !"
                         "Saya tidak main-main ! Emangnya anak-anak ?"
                         "Ihk ! Pulsaku keluar, nih !!"
                         "Keluar ? Yah masukin lagi !!"
                         "Ikh !! Nyebelin !!"
                         "Biarin..,"
                         "Huh !!"
                         
                         Aku matikan telponku. Dia menjengkelkan sekali. Jika dia kenalanku, akan kusiksa dia nanti. Ternyata laki-laki dan suaranya seperti Aku kenal. Tapi siapa ?
                         Hari yang lelah di Kampus. Kuputuskan untuk tidur saja. Malam itu mataku sulit untuk tertutup. Aku kepikiran pria yang membuatku penasaran itu. Semakin kucoba untuk mengingat siapa dia, semakin sakit kepalaku. Sepertinya dia seseorang yang sangat berarti di masa lalu.
                         Pagi sebelum ke Kampus, Aku sarapan bersama Ayah dan Ibuku. Tiba-tiba  terlintas dipikiranku tentang pria yang semalam. Dan Aku coba tanyakan pada Ibuku.

                         "Bu..,"
                         "Ada apa, Dian..?"
                         "Aku kurang ingat masa SMP ku dulu.., apakah ada pria yang pernah dekat denganku ?"
                         "Bukankah Irsayn selalu mengantarmu pulang sekolah ?"
                         "Irsayn ? Siapa, bu ?"
                         "Bu, Dian itu mengalami Amnesia.., percuma ibu jelaskan..,"
                         "Tapi, pak ? Apa tidak aneh kalau Dian Amnesia tapi yang tidak dia ingat hanya Irsayn ? Teman lainnya masih dia ingat..,"
                         "Mungkin karena duiu Irsayn terlalu dekat dengan Dian.., dan sekarang terlalu jauh di pikirannya Dian..,"
                         "Padahal saya suka anak itu, pak..,Irsayn orangnya ramah, baik, dan suka bercanda..,"
                         "Ayah dan Ibu ngomong apaan sih ? Sarapannya sudah..., Dian pergi kuliah dulu..,"
                         "Hati-hati, nak..,"
                         "Iyah.., Assalamualaikum, Pak, Bu..,"
                         "Walaikumsalam..,"

                         Kucium tangan Ayah dan Ibuku dan segera berangkat kuliah. Pikiranku kacau. Semakin kuingat nama Irsayn, semakin sakit kepalaku. Siapa dia sebenarnya ? Mengapa ayah dan ibuku kenal dengannya. Dan apakah yang mengirim sms kemarin dan kutelpon semalam adalah Irsayn ?
                          Hari ini Aku akan ke Kampus barengan dengan Devi. Devi teman Kampusku yang tidak mau ke Kampus jika tak mengendarai motor. Terpaksa orangtuanya naik ojek ke Kantor. Tapi Devi selalu menawarkan barengan ke Kampus. Tentu Aku tidak menolak. Maklum, Hemat uang transport. Hehehe.
                          Hari itu kendaraan yang mondar-mandir masih kurang. Hal itu membuat Devi membalap motornya ke Kampus. Aku hanya bisa berdzikir di belakangnya. Tapi karena tidak tahan lagi, kutepuk pundaknya.
                          
                           "Vi,,, Devi !! Pelan-pelan !!"
                           "Apa ?"
                           "Pelan-pelan !!"
                           "Oke !"
                           "Huh ! Jantungku mau copot !"
                           "Tenang saja, Dian ! Aku sudah terbiasa !"
                           "Nanti kalau nabrak, bagaimana ?"
                           "Tenang ! Tidak akan terulang, kok..,"
                           "Terulang ? Kamu pernah nabrak ?"
                           "Bukan nabrak, tapi jatuh ke selokan..,"
                           "Makanya hati-hati.., kemarin-kemarin tidak balap..,"
                           "Iya, iya.."
                           "Eh, Vi.., kamu kenal Irsayn ?"
                           "Hah ? Kamu tidak ingat ? Masih tidak ingat ? Dia kan teman dari kamu SD hingga SMP..,"
                           "Hah ?"
                           "Kalian kan pacaran !"
                           "A, apa !?"
                           "Betul-betul parah tuh kepala ! Kok cuma Irsayn yang tidak kamu ingat ?"
                           "Aku benar-benar tidak ingat, Vi..,"
                           "Karena hal itulah, Irsayn merasa sakit hati dan memutuskan tidak pernah lagi menghubungimu selama kamu SMA..,"
                           "Eh, Vi.., kamu punya nomor Handphone Irsayn ?"
                           "Ada sih, tapi Aku juga tidak tahu kabarnya.., Aku juga tidak tahu apakah nomornya masih aktif atau tidak..,"
                           "Perlihatkan Aku sebentar, yah..,!"
                           "Oke..,"
               
                           Akhirnya perasaanku terjawab. setelah kucocokkan nomor Irsayn di HP Devi, ternyata sama dengan nomor yang kemarin Aku sms dan telpon. Dia memang Irsayn. Selama SMA, dia mengawasiku tiap gerakku. Pantas saja banyak cowok yang tidak berani mendekatiku. Nama Irsayn sudah melindungiku. Dia mengaku bahwa Aku adalah pacarnya. Dan hal itu baru kuketahui dari Devi.
                           Aku tidak mau terus dalam keadaan begini. Aku harus tahu yang sebenarnya terjadi. Mengapa Aku bisa lupa dengan Irsayn. Aku kirim sebuah sms ke nomor Irsayn untuk ketemuan di suatu tempat. Kupilih di SMP 32 tempatku terakhir mengenal Irsayn menurut perkataan Devi. Dia pun membalas smsku dengan kata 'oke' saja.
                           Di hari itu, pulang kuliah Aku segera ke sana. Aku menunggunya di depan warung Bu Tato. Anehkan namanya ? Tempat itu dulunya Aku nongkrong ketika jam istrahat tiba. Setelah 30 menit menunggu, akhirnya sesosok pria melambaikan tangannya dari pinggir jalan sana. Hari itu Aku terdiam seribu bahasa mencoba mengingat.
                           Wajahnya tidak asing bagiku. Aku berdiri dari tempatku dan berlari ke arahnya. Tapi, hari itu, Aku tidak melihat sebuah mobil melaju dengan cepat. Akhirnya Aku tersambar dan terjatuh di pinggir jalan. Badanku memar sedangkan mobil itu terus melaju tanpa mau bertanggung jawab. Mungkin juga karena salahku. Segera keadaan menjadi ramai.
                            Dalam keadaan setengah sadar, Aku merasa di gendong oleh seseorang. Ternyata Irsayn. Di bawanya Aku ke warung Ibu Tato. Sekarang Aku ingat ! Dia Irsayn pacarku. Kejadian ini pernah terjadi. Aku ingat ! Ingat semuanya. Waktu SMP dulu, Aku pernah diserempet mobil ketika pulang sekolah. Aku ingat semuanya kini !
                      
                            "Irsayn...."
                            "Kamu tunggu di sini..! Aku ambilkan Tas mu.., Mbak, tolong air minumnya,,,"
                            "Hikh,, tapi, Irsayn ! Tunggu !"
                      
                            Irsayn berlari ke tempatku kecelakaan tadi untuk mengambilkan tasku. Aku pun meneguk segelas air. tapi hatiku mulai gelisah. Ntah perasaan apakah ini.
                            Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju ke arah Irsayn. Akupun mencoba berteriak tapi sepertinya sudah terlambat. Irsayn  ter pental di pinggir jalan dan tidak sadarkan diri. Kepalanya berdarah dan badannya luka berat. Air mataku tidak tertahan lagi. Semua orang segera membawanya ke Rumah Sakit. Aku hanya bisa menangis dan tak bisa menahannya.
                             Dalam perjalanan ke Rumah Sakit, Irsayn sempat sadarkan diri. Akupun segera duduk dekatnya dalam sebuah Mikrolet.

                             "Irsayn ! Ini Aku ! Aku Dian ! Pacarmu !"
                             "Dian....."
                             "Iyah !! Aku sudah ingat semua ! Mungkin karena kecelakaan tadi.., Semua ingatanku tentangmu kembali...,"
                             "Dian si.. siapa ? A.. Aku.., Aku siapa ?"
                             "Hah !! Ti.. tidak !!"
                       
                              Saat itu, Irsayn lagi yang hilang ingatan.

                                                                                      19 SEPTEMBER 2011    
                                                                                                     by
                                                                                Eko Adrianto original concept