Hari itu di kelas Dewi, seorang siswi baru di perkenalkan gurunya. Dia adalah Wilda. Dia dan kakaknya di sekolahkan di SMA 7 Makassar setelah sebelumnya sekolah di Jakarta. Dewi hanya tersenyum melihat teman barunya itu. Dia cantik dan membuat siapapun terpesona ketika melihatnya. Mata lelaki mulai tak berkedip menatapnya. Secara kebetulan, Wilda duduk di sebelah Dewi.
"Hy.., "
"Iyah..,"
"Namaku, Dewi.., salam kenal..,"
"Aku, Wilda.., salam kenal juga..,"
"Pindahan dari, maaf.., "

"Kami ?"
"Hmm, iyah.., kakakku di kelas dua..,"
"Di sekolah ini juga ?"
"Hmm, iyah..,"
"Ouhh.., kita belajar bersama, yah..,"
"Hmm, pasti..,"
Hari itu kelas Dewi kedatangan siswi baru. Hari pertama untuk Wilda merasakan atmosfer pelajaran di kota Makassar. Yang dia tahu ketika masih sekolah di Jakarta, orang-orang Makassar suka kasar dalam perkataan dan perbuatan. Tapi dari cara berbicara Dewi tadi, dia tidak sependapat. Tidak semua orang Makassar seperti yang dikatakan oleh orang-orang Jakarta.
Pulang sekolah. Dewi berjalan kaki menuju tempat menunggu angkot. Sebuah mobil Sport dari arah belakangnya membunyikan klakson. Dewi kemudian berjalan agak ke pinggir. Mobil itu tetap klakson dari belakangnya. Dewi kemudian berhenti berjalan dan mempersilahkan mobil itu mendahuluinya. Dia tidak tahu kalau yang membawa mobil itu adalah Wilda.
"Wi !! Hey !!"
"Mmh ?"
"Ini Aku ! Wilda !"
"Wilda ?"
"Barengan yuk.., mungkin kita se arah..,"
"Ta.. tapi..,"
"Yuk.. sini, sini !"
Akhirnya Dewi mau juga untuk ikut dalam mobilnya Wilda. Dia baru pertama kalinya naik mobil Sport yang sudah pasti mahal itu. Di lihatnya seorang laki-laki di Jok belakang mobil dengan santainya sambil membaca komik Doraemon. Dia adalah Arya kakak dari Wilda. Sebenarnya Arya yang menyetir mobil itu. Tetapi karena lagi malas, dia menyuruh adiknya.
"Kak.., kamu yang nyetir, yah.., ada temenku tuh..,"
"Bawel, luh.., kamu aja !"
"A' Wilda, tidak apa-apa.., Saya..,"
"Wi.., duduk di depan saja.., di sampingku sini..,"
"I.. iyah..,"
"Relax.., jangan canggung begitu.., hehe..,"
"Kamu.., sudah bisa..,"
"Tenang aja.., Aku sudah punya SIM, kok..,"
"Heh Bawel !! Jalan cepat !"
"Iyah Kakak !! (Nyebelin !)"
Dewi merasa sangat senang karena untuk pertama kalinya dia naik sebuah mobil yang sekeren dan semahal itu. Dia tidak menyangka jika teman sebangkunya adalah anak yang sangat kaya. Sambil mengobrol dengan Wilda, dia sempatkan untuk menoleh ke Jok belakang. Dia melihat Arya yang sangat santai membaca komik sambil menyilangkan kedua kakinya. Tentunya tanpa sepatu dan hanya dengan kaos kaki. Dewi hanya tersenyum kecil.
Dengan santai Wilda menyetir mobil itu. Wilda kemudian mengantar Dewi hingga depan rumahnya. Dewi sangat berterima kasih karena sudah di antar. Tetapi dia sangat heran malihat Wilda yang tertawa karena dia sudah berterima kasih. Dia melihat-lihat keadaannya apakah ada yang salah dengannya atau ada hal aneh yang membuat Wilda tertawa.
"Ke.., kenapa ?"
"Kamu tinggal di sini ?"
"I..iyah.., kenapa ?"
"Hahahaha.., kalau begitu kita satu kompleks.., hahahaha.., Dewi, dewi.., rumahku di belakang jajaran rumahmu ini..,"
"Oh, yah ? Yang benar ?"
"Hahaha.., iya lah.., kamu bisa bareng pulang bersamaku tiap hari..,"
"Hmm ? Tapi.., "
"Kamu tidak percaya Aku tinggal di sini ?"
"Percaya, kok..., terima kasih, Wilda..,"
"Kita kan temen.., jadi sepatutnya saling bantu..,"
"Heh Bawel !! Sudah ngobrolnya ?"
"Kakak ini nyebelin !! Iyah, iyah.., Wi, kami pulang yah..,"
"Yahh.., hati-hati..,"
"Daaaah..,"
Dewi benar-benar tidak menyangka jika teman sebangkunya juga itu sekompleks dengannya. Dia juga melihat tatapan mata Arya yang begitu dingin kepadanya. Dalam hati Dewi, ada perasaan suka terhadap kakaknya Wilda itu. Tetapi dia yang tidak diperhatikan sama sekali saat berada dalam mobil, membuatnya melupakan angan-angannya itu.
Kakaknya Deko yang pulang kerja sore harinya, di sambut dengan baik oleh adiknya. Dia melihat gelagat aneh pada adiknya itu. Dia sering melihat adiknya Dewi senyum-senyum sendiri. Deko hanya bisa menebak jika adiknya itu sedang jatuh cinta. Dia berpikir, bebannya akan berkurang jika benar adiknya suka dengan seseorang. Dia tidak perlu lagi mengantar adiknya ke sekolah.
Tiap hari pulang sekolah, Dewi barengan dengan Wilda. Suatu waktu, bukan Wilda yang menyetir melainkan Arya. Hari itu Wilda tidak masuk sekolah dikarenakan sakit. Karena sebelumnya Wilda sering mengajak Dewi untuk pulang bersama, Arya pun menghentikan mobilnya dan keluar dari mobilnya menemui Dewi.
"A.., Mau pulang..?"
"Hmm ? Iyah..,"
"A, kalo begitu bareng, yuk..,"
"Tapi..,"
"Wilda tadi pesan untukmu..,"
"Dia.., sakit, yah ?"
"Yah.., badannya demam.., bagaimana ?"
"Bagaimana, apa ?"
"Yakh, bareng..,"
"Hmm, iyah..,"
"Duduknya di depan, ya !"
"Kalau di belakang, kenapa ?"
"A, saya butuh teman cerita sambil mengemudi..,"
"Di belakang juga bisa, kan ?"
"Kamu mau leherku keseleo ?"
"Hehehe..,"
Hari itu, Dewi ikut bersama Arya. Saat itu juga Arya mulai luluh terhadap Dewi. Dia yang awalnya cuek dengannya, menjadi berubah haluan peduli. Dewi meminta untuk di antar menjenguk Wilda yang sedang sakit. Sesampainya di rumah Arya, Dewi hanya bisa tersenyum. Ternyata memang Wilda tinggal dibelakang jajaran rumahnya. Di depannya ada lapangan Bulutangkis tempat di mana kakaknya sering bermain di hari minggu.
Wilda benar-benar bahagia teman sebangkunya datang menjenguknya. Terlebih lagi, kakaknya menjalankan amanah untuk mengajak Dewi pulang bersama. Di lain sisi, Arya mengajak Dewi bukan hanya saja karena amanah, melainkan suatu niat yang lain. Dia mulai merasakan sesuatu yang indah di hatinya. Sosok Dewi yang bukan hanya cantik, juga sangat mempesona.
Keduanya saling memikirkan. Tiap malam, Arya sering melamun di beranda kamarnya. Wilda hanya bisa melongo melihat kakaknya itu. Di lain pihak lagi, Dewi sering senyum-senyum sendiri. Hal itu membuat kakaknya tidak bisa berbuat banyak. Dia tahu jika itu adalah pengaruh dari jatuh cinta. Sama hal nya saat dia juga jatuh hati kepada Yhas 3 tahun yang lalu. Bagaimana kabar Yhas ? Itu adalah pertanyaan yang sering terpintas di pikirannya.
Berbeda dengan Yhas, dia mencoba melupakan Deko. Dia merasa Deko sudah menyakiti hatinya. Foto-foto dari Deko dia simpan dalam sebuah arsip rahasianya dan disembunyikan di lemarinya yang terdalam. Yhas merasa sudah tidak disayangi oleh Deko sehingga berniat memutuskannya. Awalnya dia yang ingin memutuskan Deko dikarenakan kurangnya perhatian untuknya. Namun setelah 3 tahun menjalaninya, Yhas tidak ingin mengakhiri hubungan yang telah mereka jalani dikarenakan alasan yang seperti itu.
Hari demi hari berlalu. Hubungan Arya semakin dekat dengan Dewi. Hampir tiap jam istrahat, Arya datang ke kelas Dewi. Wilda akhirnya tahu jika kakaknya yang menyebalkan itu menyukai teman sebangkunya. Ketika Arya berduaan dengan Dewi, dia malah disuruh menjauh. Dan pada akhirnya, Arya mengungkapkan perasaannya pada Dewi.
"Wi.., kamu.., kamu..,"
"Apa, Kak Arya..?"
"Kamu.., belum punya kekasih, kan ?"
"Hmm.. iyah..,"
"Kalau begitu.., kamu.., mau gak jadi kekasihku ?"
"(Oh, Tuhan !) Kak Arya serius ?"
"Akh.., i.. iya..,"
"Tapi, Kak ? Kak Arya kan baru mengenalku.., Kak Arya yakin inginkan Aku menjadi kekasih Kak Arya ?"
"Aku.., tidak perlu waktu lama untuk mengenalmu.., Hatiku yakin untuk memilihmu..,"
"Tapi, Kak..?"
"Jawab saja.., Aku janji tidak akan menyakitimu..,"
"Hmm.. hmmm..,"
"???"
"Bagaimana, yah..?"
"I love you, Wi.."
"^_^"
Dewi hanya tersenyum. Hal itu sudah menandakan jika Arya diterima sebagai kekasihnya. Saat itu juga Arya melompat kegirangan. Dia sangat bahagia karena bisa menjadi bagian dari kisah cinta Dewi. Sebelum-sebelumnya, banyak teman kelas Dewi yang menyatakan cinta pada Dewi. Namun tak satu pun diterimanya. Dewi hanya selalu beralasan tak ingin terikat. Tetapi kali ini tidak tahu apa yang mengubah pendiriannya.
Beberapa minggu kemudian, Dewi jatuh sakit dan tidak masuk sekolah. Setelah 3 hari tidak menemui Dewi, akhirnya Arya meminta untuk ditemani oleh Wilda ke rumah Dewi saat pulang sekolah. Awalnya Wilda tidak mau menemani kakaknya yang menyebalkan itu. Tetapi ketika dia sakit dulu, kakaknya itu membawa Dewi ke rumahnya. Pulang sekolah mereka akan menjenguk Dewi di rumahnya.
"Makanannya dihabiskan, Wi..,"
"Sudah tidak kuat, kak..,"
"Wi.., bubur ini enak, kok..,"
"Ihh, terlalu asin, kak !! Kakak tidak pake perasaan ngasih garamnya !"
"Hehe.., kamu mau makan apa ?"
"Mi instan aja, kak..,"
"Oke.., saya ke warung dulu.., kamu tunggu, yah..,"
"Kakak sudah tiga hari tidak masuk kantor.., Aku sudah agak baikan, Kak..,"
"Kamu lebih penting, Wi.., Hanya kamu keluargaku di sini.., Aku tidak bisa memaafkan diriku jika terjadi hal yang buruk padamu..,"
"Aku rindu ayah dan ibu, kak..,"
"Nanti kita jalan-jalan ke sana.., kamu tunggu, yah..,"
"Iyah, kak.., hati-hati..,"
"Heh ? Warungnya cuma dekat.., kenapa Aku harus hati-hati..?"
"Ihh, kakak !!"
"Iyah, iyah..,"
Di saat Deko ke warung untuk menbelikan pesanan Dewi, Arya dan Wilda tiba di rumah Dewi. Seperti biasa, mobil yang tampak mewah itu, di parkir di depan rumah Dewi. Dewi sangat bahagia karena kekasihnya datang menjenguknya. Dia segera melompat dari tempat tidurnya dan mengganti bajunya. Dia tidak ingin berpenampilan grasak-grusuk di hadapan kekasihnya.
"Eh, Wilda ! Kak Arya ! Masuk ! Masuk !"
"Kamu ? Sakit, Wi ?"
"Sudah baikan.., besok sudah bisa ke sekolah.., Kak Arya, silahkan duduk..,"
"Aku tidak di suruh duduk ?"
"Bawel lu !! Kamu minta di suruh juga ?"
"Kak Arya, Wilda silahkan duduk..,"
"Wilda tolong ambilkan buah-buahan di mobil.., saya lupa..,"
"Kenapa harus saya ? Kakak sengaja lupa, yah ?"
"Bawel lu !! Ambil Sono !!"
"Huph ! Menyebalkan !!"
"Kak Arya ?"
"Hehe.., beberapa detik berdua tidak apa-apa, kan ?"
"Hmm.., ^_^..,"
Alangkah senang hati Dewi karena sang kekasih datang menjenguknya. Sakit demamnya langsung menghilang begitu saja. Baginya, kehadiran Arya adalah obat untuknya. Di lain sisi Deko yang melihat sebuah mobil terparkir depan rumahnya, membuat dia bertanya-tanya siapa yang sedang datang berkunjung. Dia pun bergegas kembali ke rumahnya.
"Wi..!"
"Hmm..?"
"Kak Deko ?"
"!!!"
"Kak Deko ngapain di sini ?"
"Ngapain ? Ini rumahku.., kalian yang ngapain ?"
"Rumah ? Jadi.., Dewi, adik..,"
"Yahh.., dia saudariku..,"
"Kak Arya, Wilda, ini kakakku.., Deko..,"
"Kami sudah tahu, Wi..,"
"Ja.., jadi..?"
"Heh, kak ! Kenapa wajahmu jadi pucat begitu ?"
"Ti.. tidak..,"
"Ohh.., jadi ini teman-temanmu, Wi..?"
"Yahh, Kak.., mereka menjengukku.., kakak sudah saling kenal, yah ?"
"Ya iya lah.., Kak Deko sering main Bulutangkis tiap hari minggu pagi depan rumahku.., Aku juga sering main bersama..,"
"Hmm ? Begitu, yah.., Kak Arya main juga ?"
"Kak Arya ? Dia itu tidak bisa main Bulutangkis.., bisanya cuma mengkritik orang..,"
"Bawel, luh !! Aku bisa kok.., cuma lagi males..,"
"Hmm.., kakakku hebat, loh.., dia sering menang jika ada pertandingan antar kelurahan.., kalian harus banyak belajar dari kakakku..,"
"Aku pasti selalu berlatih dengan kakakmu, Wi.., tapi kalau Kak Arya, dia cuma bisa menonton dari depan beranda kamarnya.., dia kan tidak tahu main..,"
"Oh yah ?"
"(Awas kau, Bawel !) Hehe..,"
"Hahaha.., sudahlah.., Aku bikinkan minum yah.., kalian ngobrol saja dulu..,"
"Kakak ! Kita kan hanya punya air minum.., hahaha..,"
"Hahaha.., tidak apa-apa, Wi.., kami juga haus..,"
"Baiklah.., kalian tunggu, yah..,"
Hari itu semuanya menjadi jelas. Mereka kini saling tahu. Hal itu juga membuat Arya tidak bisa berbuat banyak. Ternyata kekasihnya memiliki kakak yang selama ini dia celah jika bermain Bulutangkis depan rumahnya. Dia berpikir, bagaimana jika Deko menceritakan kepada Dewi bila Dia selalu meremehkan Bulutangkis ? Pastilah Dewi menilai sikap Arya terhadap kakaknya.
Setelah keadaan Dewi membaik, kini dia bisa kembali bersekolah. Januari itu di adakan Turnamen Bulutangkis antar sekolah tiap tahunnya. Tahun lalu SMA 15 menjadi juara setelah mengalahkan SMA 6 di babak final. Tahun ini, SMA 15 menjadi tuan rumah untuk Turnamen Bulutangkis kali ini. Setelah sebelumnya, SMA 5 yang menjadi tuan rumah tetapi harus di singkirkan di babak semifinal oleh SMA 6.

"Mmh, Kak Arya bisa jadi suporter untuk sekolah kita, kan ?"
"Suporter ?"
"Iyah.., pulang sekolah nanti, temani Aku yah jadi suporter untuk sekolah kita..,"
"Yakh.., pasti..,"
"Makasih, Kak Arya..,"
"Kamu, suka dangan Bulutangkis ?"
"Iyah.., sejak Aku kecil, Aku sangat suka dengan Bulutangkis.., meskipun Aku tidak tahu bermain, tapi kakakku yang hebat, itu sudah membuatku puas.., Kak Arya juga suka dengan Bulutangkis, kan ?"
"(Waduhh.., bagaimana mengatakannya ? Aku tidak tahu sama sekali)"
"Kak arya ?"
"I.. iyah.., Aku suka..,"
"Kenapa Kak Arya tidak ikutan jadi wakil untuk sekolah kita ?"
"Gkk.., kan sudah ada Adi,,,"
"Mmhh.., tapi Kak Adi sudah kelas 3, tahun depan, dia sudah tidak mewakili sekolah kita.., bagaimana kalau tahun depan, Kak Arya yang menjadi wakil sekolah kita ?"
"A, tapi..,"
"Mmh ? Kenapa Kak ?"
"Baiklah.., Aku akan lakukan untukmu..,"
"Mmh.., baguslah.., Aku akan selalu mendukung Kak Arya..,"
"Makasih, Wi.., (Waduhh..,)"
"Jadikan Aku semangat baru Kak Arya..,"
"Pasti, Wi.., pasti..,
CHAPTER 2 : THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar